Rebirth Thief - Chapter 1

Chapter pertama Rebirth of The Thief, Enjoy! Update-annya masih belum terjadwal, jadi sementara akan diusahakan untuk update mungkin setidaknya 1 minggu sekali entahlah... saya update sebisa saya :)
Indeks  Chapter Selanjutnya







Chapter 1 - Terlahir Kembali


Dilahirkan kedalam penderitaan. Penderitaan menuntun ke kematian.

Perpisahan dengan apa yang diinginkan menuntun kedalam kesedihan.

Kesedihan mendalam menuntun kepada apa yang tidak diinginkan.

Ketidakmampuan meraih apa yang diinginkan menuntun kedalam penderitaan.



Dalam agama budha, terdapat yang disebut dengan delapan penderitaan. Dari delapan penderitaan tersebut, Nie Yan setidaknya sudah mengalami lima darinya. Seluruh masa hidupnya sejak ia dilahirkan sampai sekarang bisa dibilang sebagai rentetan tragedi. Untungnya, tragedi-tragedi tersebut tidak berlangsung lama karena Ia sudah menemui ajalnya di usia yang masih 28 tahun. Mungkin, seharusnya kisah hidupnya sudah cukup berhenti sampai disitu saja. Namun pada saat itu, takdir berkata lain.

Nie Yan membalikkan tubuhnya. Ia merasakan punggungnya teramat basah,  pakaiannya pun melekat pada kulitnya. Rasanya sangat tidak nyaman. Samar-samar ia mengingat bahwa ia baru saja terhuyung jatuh sesaat setelah punggungnya tertembak. Darah mengalir dari tubuhnya, meresap ke dalam tanah. 

Bukankah ini hanya kematian? Nie Yan membaringkan badannya dengan tenang. Mati dalam keadaan tenang seperti ini... bukankah ini yang disebut orang-orang sebagai mati dengan damai?

Nie Yan telah diam menunggu selama lima hari hanya untuk membunuh Cao Xu. Ia, dengan penuh antisipasi, menanti Cao Xu untuk keluar dari gerbang Istananya. Ia terus menunggu, sampai di titik ketika Cao Xu keluar dan akan masuk ke dalam mobilnya, Nie Yan pun menarik pelatuknya. Melalui senapan laras panjangnya, Ia menembakkan peluru tepat menembus tengkorak Cao Xu.

Bang!Darah mewarnai coklatnya tanah. Nie Yan menatap melalui teropong di senapannya, ia melihat sebuah lubang berhasil ter'cetak' di kepala Cao Xu, lengkap dengan darah yang membanjirinya. Tatapan kosong terlihat di mata Cao Xu, kemudian perlahan cahaya di matanya mulai meredup sebelum akhirnya ia pun menghembuskan nafas terakhirnya. 

Sembari mengingat momen saat peluru menembus kepala Cao Xu, Nie Yan merasakan kepuasan yang tiada bandingannya. Rasa puas menggantikan kebencian yang selama ini telah membebani hatinya. 

Sebelumnya, Cao Xu hidup dalam kejayaan dan kemegahan, namun pada akhirnya, ia mati terbunuh oleh orang remeh-temeh seperti Nie Yan. Jika pun Nie Yan harus mati setelah membunuhnya, Ia tidak begitu merasakan sedih. Toh dihadapan maut, semua orang, baik Nie Yan maupun Cao Xu, memiliki derajat yang sama. Meskipun dia memiliki kekayaan untuk membeli dunia, itu tetap tidak akan bisa menyelamatkan nyawanya.

Lagipula Cao Xu sudah terlalu banyak melakukan kejahatan. Akan sulit baginya untuk menghindari siksaan di alam baka. Di waktu yang sama saat otak Cao Xu terhambur keluar, Nie Yan pun menyadari bahwa pandangannya terhadap makna kehidupan telah berubah total. Ia menyadari bahwa segala yang ada di hidup ini dapat ditentukan hanya dengan sebuah tembakan dari laras panjang. Mungkin keesokan hari, fotonya akan terpampang di halaman depan koran harian. Mungkin di judulnya akan tertulis "Milyader Cao Xu telah terbunuh!" Dan dibawahnya akan terpampang wajah sang pelaku yang dikemudian hari akan dikenang dan dihormati oleh rakyat jelata.

Seketika itu juga, setelah Nie Yan berhasil membunuh Cao Xu, para pengawal pribadi Cao Xu pun langsung mencari lokasi persembunyian Nie Yan dan bergerak untuk memburunya. Mereka berhasil menemukan tempat persembunyian Nie Yan, dan menembaki Nie Yan yang sedang berusaha untuk kabur. Malangnya, sebuah peluru berhasil mengenai punggungnya. Ia merasakan sensasi rasa sakit yang amat menusuk. Jadi seperti ini rasanya terkena tembakan... Jantungnya perlahan mulai mendingin. Ia dapat merasakan kesadarannya dengan cepat menghilang. 

Apakah aku akan mati? Pikirnya sambil tertawa kecil. Ia menertawai kepahitan hidupnya yang singkat ini. Ia menertawai hidupnya yang penuh dengan kebingungan dan keraguan. Hanya ketika Ia akan mati barulah ia terbangun ke kenyataan

Sesaat setelah ia menyadari semuanya, air mata mulai mengalir membasahi pipinya.

Kebencian yang selama ini ia rasakan terhadap kedua orang tuanya telah menghilang. Semua kejadian di hidupnya, satu-persatu, kembali terulang di pikirannya seakan-akan sebuah film. Satu-satunya hal yang ia inginkan saat ini hanyalah untuk melihat sebuah senyuman indah. Senyuman indah milik seseorang yang Nie Yan sayangi. Seseorang itu ialah teman sekelas Nie Yan saat masih berada di SMA (Highschool). Saat ini, dia telah bertunangan dengan seorang laki-laki. Walaupun begitu, keanggunan dan keindahan parasnya masih tetap terukir dalam benak Nie Yan, persis sama seperti dulu.

Seiring berjalannya waktu, bayang-bayang akan perempuan itu semakin tak terlupakan. Nie Yan berfikir... Saat dia menerima kabar tentang kematian diriku, bagaimana reaksinya? Setelah dia mengetahui kabar tentang aku yang ikut menyeret Cao Xu mati bersamaku, bagaimana reaksinya? Apakah ia hanya akan sedikit menghela nafas? Atau mungkin... Ia akan menangis terlarut dalam kesedihan? Kenangan-kenangan lama seakan-akan melesat dari sangkarnya dan mulai memenuhi pikiran Nie Yan. Kenangan itu terbang dan melayang-layang dalam benaknya. Jujur Nie Yan sedikit merasa menyesal.

Terkadang, ketika pada akhirnya kau menyadari atau memahami kebenaran akan sesuatu... Maka saat itu sudah jauh terlambat untuk melakukan apa-apa tentang hal itu. Di kehidupan ini, ia benar-benar memiliki terlalu banyak penyesalan, juga terlalu banyak keinginan yang tak terpenuhi... Nie Yan mengulurkan tangannya ke udara, berharap untuk memegang dan menggenggam sesuatu. Namun dalam kekecewaannya, tak ada apapun untuk ia raih. 

Kehidupannya sudah mencapai batasnya. Di depannya sudah terhampar kehampaan yang abadi. Kekecewaan dan penyesalan seolah berubah menjadi pisau yang menyayat-nyayat hatinya; rasa sakit di hatinya benar-benar tak tertahankan.

Memangnya apa yang telah kuperbuat di kehidupanku sebelumnya sampai-sampai tuhan membalasku seperti ini!?

Kesedihan Nie Yan telah mencapai puncaknya. Ia merasakan pahit. Dalam hati, Ia terus-menerus berteriak penuh emosi. Air mata pun juga terus mengalir di pipinya. Momen ini terasa sangat lama bagi Nie Yan, bahkan Nie Yan pun tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Akhirnya, pikirannya yang sebelumnya kacau pun mulai reda dan perlahan menjadi tenang kembali. 

Ia pun sadar akan sesuatu, Selama ia memikirkan semua hal tadi, akal pikirannya masih terus berfungsi normal. Mungkinkah ini...? Apakah ini yang dinamakan kematian? Mungkin, aku sedang berada dalam bentuk rohku?

Kemudian setelah beberapa waktu ia pun sadar, ia masih tetap bisa merasakan sensasi aneh pada jari-jarinya dan ini semua terasa begitu nyata. Kenapa setelah selama ini, ia masih tetap saja tersadar? Ia pun perlahan mendudukkan dirinya. Ia mengamati sekelilingnya dan menatapnya dengan penuh keheranan.. 

Mungkinkah ini...? Mungkinkah ini alam baka? 

Mata Nie Yan yang awalnya kabur pun kembali menjadi fokus. Nie Yan mengamati sekelilingnya, ia menemukan beberapa benda tua terletak di sekitarnya; sebuah tempat tidur kayu, kursi, dan lantai yang rusak-rusak. 

Dimana ini? Bukankah aku sudah mati? Ia merasa seperti ia sedang bermimpi. seketika ia pun meraba punggungnya; telapak tangannya memang terasa basah dan lengket. Namun, saat ia mengecek telapaknya, ia tidak melihat tangannya terbasahi oleh darah sedikitpun, melainkan hanya terbasahi oleh keringat.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Bukankah aku sudah kehilangan banyak darah? Ia samar-samar mengingat telah melihat sendiri warna darahnya yang begitu merah. Bahkan warnanya sudah terlihat persis seperti warna anggur merah. Nie yan pun mencubit dirinya sendiri, sakit... Ini benar-benar bukanlah mimpi. Jangan-jangan... Semua usahanya membunuh Cao Xu sebelumnya juga hanya merupakan mimpi? Lalu mengapa semua itu terasa sangat nyata?

Ini seperti yang dikatakan Zhuang Zhuo saat ia terbangun dari mimpinya, "Apakah aku Zhuang Huo yang bermimpi sebagai seekor kupu-kupu, ataukah aku seekor kupu-kupu yang bermimpi sebagai Zhuang Huo?" Bagaimana caraku menentukan mana yang asli dan mana yang mimpi?

Ia kembali mengamati sekelilingnya dengan sedikit ragu. Saat ini masih terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab. 

Dibawah sinar lampu yang redup, terdapat sebuah tempat tidur lusuh, kursi, dan sebuah meja. Terpajang di dekat dinding, juga terdapat jam tua milik kakeknya yang sering kakeknya banggakan sebagai barang antik langka.Tik Tok Tik TokSuara detikan jam itu menggema dalam keheningan. Nie Yan masih sangat ingat bahwa jam milik kakeknya itu tidak pernah akurat, sama sekali tidak pernah.

Seakan-akan semua kenangan masa lalu Nie Yan terkumpul dalam sebuah foto album, mereka mulai terbuka satu-persatu. Ruangan ini terasa begitu familiar. Bukankah ini rumah yang aku tinggali ketika aku masih SMA? Melalui celah di korden jendela, sinar matahari menyerka. Ia merasakan sensasi menyengat saat sinar matahari mengenai matanya, membuat kedua pupilnya mengecil. 

Aku masih hidup...

Nie Yan menjulurkan tangan kanannya kedepan. Ia mengamati kontur tangannya yang masih lembut dan kekanak-kanakan, sebelum kemudian menyadari betapa pucat warna kulitnya.

Aku... Apa yang sebenarnya terjadi disini? Apakah aku ini diriku dari 10 tahun yang lalu? Atau diriku dari 10 tahun yang akan datang? Nie Yan menggaruk-garuk kepalanya dalam kebingungan.

Selagi perlahan menata pikirannya, beberapa memori pun mulai bermunculan. Sedikit demi sedikit, ingatan-ingatan itu mulai terasa jelas. Ini adalah tahun dimana ia menginjak usia 18 tahun. Saat itu sedang liburan musim panas dan orang tuanya sedang tidak berada di rumah. Ia terkena demam 40° pada musim panas itu dan hampir saja nyawa kecilnya melayang ... Hanya berkat keberuntungan saja ia berhasil bertahan hidup.

Pada waktu itu, orang tuanya memberi Nie Yan sedikit uang, kemudian langsung setelah itu, mereka meninggalkan Nie Yan bahkan tanpa mengucapkan selamat tinggal. Mereka tidak pernah pulang, bahkan sampai setelah dua atau tiga bulan, mereka masih juga belum pulang. 

Ia juga tidak bisa menghubungi mereka melalui telepon. Rasanya seperti mereka tiba-tiba lenyap begitu saja. Pada waktu itu, ia percaya bahwa orang tuanya sudah tidak mengingkannya lagi, mereka ingin membuang dirinya. Nie Yan merasa terpukul... Ia ketakutan. Segala macam perasaan mulai menimpa dan membebani dirinya. Ditambah lagi, saat itu juga mengalami demam yang tinggi. Kedua pengalaman ini meninggalkan bekas trauma yang dalam di hati Nie Yan. Ia menjadi penakut, seakan-akan sedikit hembusan angin saja sudah bisa membuatnya gemetar ketakutan. Baru ketika ia berusia dua puluh lima tahun akhirnya ia bisa membenahi sikap penakutnya itu.

Setelah ia dewasa, akhirnya ia mengetahui kebenarannya. Orang tuanya tidak pernah berniat untuk membuang Nie Yan. Melainkan, mereka sebenarnya hanya meminjam uang dari salah seorang teman dan memulai bisnis ilegal di perbatasan negara. Pada saat itu, negara sedang sangat membutuhkan logam-logam bernama Polonium. Polonium terbukti sebagai sumber daya yang sangat penting dan strategis bagi negara. Namun setelah negara-negara lain pun juga menemukan kegunaan logam ini, mereka mulai membatasi eksport Polonium ke luar negeri dan berusaha mengeksploitasinya sendiri-sendiri. Entah bagaimana orang tua Nie Yan dapat menemukan bandar penyelundup Polonium itu, namun pada akhirnya mereka berhasil menyelinap kembali ke negaranya dan menjual Polonium ilegal itu dengan harga ratusan kali lipat harga awal.

Hasilnya, mereka dapat memeperoleh penghasilan yang sangat banyak dari bisnisnya. Namun, kondisi mereka saat itu benar-benar penuh tekanan. Hal itu menyebabkan orang tua Nie Yan tidak bisa menghubungi Nie Yan sama sekali, ditambah lagi dengan urusan mereka yang menyangkut rahasia kemiliteran. Jika sedikit saja informasi terkait bisnis tersebut bocor, setidaknya konsekuensi mereka adalah kematian. Oleh karena itu, kesalahpahaman Nie Yan terhadap orang tuanya tetap terkubur  seperti itu selama sekian lama.

Setelah hal itu terjadi, bertahun-tahun telah berlalu sampai akhirnya ayah Nie Yan siap  untuk mengatakan kebenarannya. Tepatnya saat ayahnya menerima pembayaran pertama dari bisnisnya dan menggunakan uangnya untuk mendirikan sebuah perusahaan peleburan logam. 

Akhirnya setelah mendengar apa yang sebenarnya terjadi, barulah Nie Yan memaafkan kedua orang tuanya. Beruntungnya lagi setelah itu, sang ayah menerima beragam proyek-proyek besar sehingga dapat meningkatkan reputasi perusahaannya secara drastis. Ia berhasil mengentaskan keluarganya dari kemiskinan, dan sebagai hasilnya, Nie Yan pun dipindahkan ke SMA ternama di kota besar.

Mungkinkah ini benar-benar terjadi...? Aku telah kembali ke masa lalu?

Jadi, aku bisa memulai kembali semuanya dari awal?

Perasaan Nie Yan saat ini sangat sulit untuk dijelaskan; bisa dibilang rasa terkejut, kegembiraan, dan kekhawatiran teraduk-aduk menjadi satu. Ia khawatir bahwa yang sedang ia rasakan sekarang hanyalah sebuah mimpi. 

Nie Yan bangkit dari tempat tidurnya dan membuka korden jendela. Seketika cahaya matahari langsung menyerbak dan menghangatkan sekujur tubuhnya. Sensasi ini benar-benar menunjukkan bahwa saat ini ia tidak sedang bermimpi. Ia kemudian menundukkan kepalanya dan melihat terdapat buku-buku tulisnya yang tertata rapi disamping jendela. Buku teori permesinan, bahasa, matematika tingkat lanjut, desain tentang 'kecerdasan buatan', dan masih banyak lagi buku-buku lainnya.

Nie Yan membuka sekilas beberapa halaman. Tulisan-tulisan yang tampak familiar pun terbentang dihadapannya. Ditambah dengan ingatan-ingatan dari masa lalunya, kini semua itu kembali menyegarkan ingatan Nie Yan.

Buku-buku ini melambangkan masa mudanya yang telah berlalu. Setelah mencapai kelas tiga SMA, ia dipindahkan ke SMA elit di kota besar. Proyek-proyek yang ayahnya kerjakan pun juga berhasil ia kerjakan. Sejak saat itu, segala apapun yang Nie Yan inginkan selalu terpenuhi. Namun sayangnya, setelah ia berubah menjadi anak orang kaya, ia mulai menjadi malas-malasan dan tidak mau berusaha. Ketika tiba hari kelulusan, nilainya pun juga biasa-biasa saja. Karena itu, ayahnya harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk memasukkan Nie Yan ke universitas ternama. Hanya saja, setelah ia lulus dari bangku perkuliahan, ia merasa tak ada satu hal pun yang berhasil ia pelajari; yang sudah Nie Yan lakukan setiap hari hanyalah sekedar duduk dan bermalas-malasan.

Ketika Nie Yan mencapai usia dua puluh lima tahun, bisnis ayahnya mulai goyah karena serangan dari grup finansial₃ milik Cao Xu yang bernama Century. Beberapa orang kepercayaan ayahnya disuap oleh Cao Xu untuk menghianati sang ayah. Alhasil, perusahaannnya pun mengalami kemunduran berturut-turut. Uang, sekali lagi, menjadi fokus utama keluarga Nie Yan. Akhirnya ayahnya memtuskan untuk bunuh diri dengan overdosis narkoba, lalu dalam kesedihan dan kepiluan, ibunya menyusul jatuh sakit. Tak lama kemudian, ibunya pun juga meninggal dunia. 

Setelah merasakan derita kehilangan kedua orang tua, barulah Nie Yan bangkit dalam studinya. Ia belajar sendiri melalui berbagai-macam les dan kursus. Namun, pada saat itu semuanya sudah terlambat. Ia sungguh telah melewatkan terlalu banyak kesempatan.

Nie Yan saat itu sudah benar-benar mengingkan keadaannya berubah. Namun, mana mungkin Cao Xu membiarkan anak dari musuhnya bangkit dari keterpurukan? Dengan Cao Xu yang campur tangan di balik layar, tak ada satu pun perusahaan yang berani mempekerjakannya. Ia tak bisa apa-apa lagi, jika bukan karena dirinya yang bermain game virtual reality Conviction— mencari sedikit uang dari hasilnya berjualan item, ia bahkan tak akan bisa mencari uang untuk sekedar makan.

Ia, Nie Yan, tidak pernah terpikir untuk tunduk dan takluk kepada Cao Xu.  Bagaimanapun juga, kelinci yang sudah putus asa masih tetap dapat menggigit dengan menyakitkan. Setelah ia menemui jalan buntu dan semua pilihan lain telah tertutup, keputusan terakhir Nie Yan adalah untuk menyeret mati Cao Xu bersama dirinya. Suara letupan dari senapannya pun menggelegar, melepaskan semua dendam dan kebencian yang ia simpan selama ini.

Sejauh ini jalan hidup Cao Xu terlihat begitu mulus dan lancar, oleh karena itu tak pernah sekalipun terlintas dipikirannya bahwa hidupnya akan berakhir seperti ini. Nie Yan pun juga sudah yakin dirinya akan benar-benar mati. Ia tak pernah menyangka bahwa waktu akan bermain-main dengannya dan membawanya kembali ke liburan musim panas di tahun keduanya SMA.

Dan walaupun saat ini Nie Yan masih tetap tidak bisa menghubungi kedua orang tuanya, setidaknya di kehidupan yang ini ia tahu bahwa mereka masih hidup. Tangis pun membasahi matanya ketika ia memikirkan semua hal ini. Ketika seorang anak laki-laki ingin membalas jasa-jasanya kepada sang orang tua, namun mereka telah tiada... sungguh tak ada seorang pun yang dapat mengerti rasa sakitnya.

Kini tuhan telah memberikannya kesempatan kedua. I tidak akan pernah kebingungan dan ragu-ragu lagi dalam bertindak.

Saat ini kurang lebih masih tersisa sekitar dua puluh hari lagi sebelum ayah dan ibu Nie Yan pulang ke rumah. Dan karena saat ini sedang liburan musim panas, ia tidak punya pilihan lain lagi selain berdiam diri di rumah.

Tahun itu... saat aku kelas dua semester dua SMA, kalau tidak salah game virtual reality Conviction  masih baru-baru saja diluncurkan. Nie Yan dapat dengan jelas mengingat ketika banyak sekali perusahaan mulai berbondong-bondong menujukkan eksistensi mereka di Conviction yang sedang berkembang pesat. Mereka menginvestasikan sumber daya sebanyak-banyaknya untuk perkembangan Conviction. Tepatnya juga karena investasi besar-besaran dari perusahaan-perusahaan inilah yang membuat Conviction pantas untuk disebut sebagai dunia kedua bagi umat manusia.

Setelah ia memasuki SMA elit di kota besar, barulah ia diperkenalkan game Conviction oleh sahabat baiknya. Namun sayang ketika itu, ia sudah terlambat satu semester untuk memulai gamenya. Saat itu orang-orang sudah berada di level yang sangat tinggi, ia telah melewatkan waktu-waktu emas untuk leveling. Meskipun begitu ia tidak punya pilihan lagi selain untuk mencoba dan mengejar ketertinggalannya dengan sekuat tenaga.

Lembaran-lembaran dari ingatan Nie Yan kembali menjadi segar, menyingkap kisah masa lalunya. Banyak momen tak terlupakan dalam hidup Nie Yan yang datang dari masa ketika ia bermain game Conviction. Ia mengenal begitu banyak teman di game ini. Bahkan ketika ia sedang terpuruk di dunia nyata, keberadaan merekalah yang membuat hari-harinya tak terlalu terasa sengsara. 

Sebelum menghabisi Cao Xu, Nie Yan adalah seorang pemain dengan kelas ‘Great Thief’ berlevel 180 lebih. Walaupun Ia bukanlah pemain terbaik di game ini, ia masih bisa disebut sebagai salah satu pemain hebat Conviction.

Nie Yan tiba-tiba mengingat bahwa di lacinya ada sebuah kartu rekening bank yang menyimpan semua tabungannya.

Aku punya cukup uang untuk membeli sebuah helm virtual reality! batin Nie Yan di dalam hatinya. Ia menggeledah lacinya, berusaha keras untuk menemukan kartu rekeningnya. Beberapa saat kemudian, ia menemukan sebuah kartu rekening berwarna silver terselip di pojok laci. Kalau ia tidak salah, di dalam rekening ini terdapat tabungan senilai dua ribu dollar. Uang sebanyak itu ia dapatkan dari hasil menyisihkan sebagian uang makan dan pakaiannya selama bertahun-tahun. Pada waktu itu, ia ingin sekali membeli komputer model X3 yang terbaru. Namun sayang, setelah uangnya berhasil terkumpul bertahun-tahun kemudian, komputer dengan model X3 tak lagi merupakan model terbaru melainkan sudah menjadi barang yang kuno.  Namun begitu, setelah Ayah Nie Yan sukses menjadi konglomerat, keinginan Nie Yan pun berhasil terkabul, jangankan komputer model terbaru, apapun itu asal dapat dibeli dengan uang pasti akan ayahnya belikan.

Tahun ini, Nie Yan baru berusia delapan belas tahun, namun ia sudah memiliki ingatan dari dirinya yang berusia dua puluh delapan tahun. Mulai saat ini, semuanya akan dimulai lagi dari awal, lembaran baru dari hidupnya akan terbuka. Meskipun begitu, jika Ia tidak memiliki modal yang cukup, ia tetap tidak akan bisa merubah apapun. Maka dari itu, langkah pertama di kehidupan barunya akan dimulai dari game Conviction. Dengan memanfaatkan pengalamannya yang sebelumnya, menjadi gamer profesional dan mendapatkan sejumlah uang adalah perkara yang sangat mudah bagi Nie Yan.

Nie Yan ingat saat helm virtual reality Conviction masih baru-barunya diluncurkan, mereka menjual helm itu dengan harga yang sangat murah sebagai strategi untuk mempopulerkannya. Terdapat 3 macam helm Conviction, helm model A, B, dan model C. Masing-masing model memiliki pengaturan yang berbeda-beda. Tingkat immersi₁ dari helm virtual reality pun juga beragam, mulai dari 76% hingga 98%. Untuk model helm yang paling murah, mereka hanya dibandrol dengan harga seribu tiga ratus dollar. Dengan total tabungan Nie Yan saat ini, sudah lebih dari cukup baginya untuk membeli model helm virtual reality berkualitas terendah.

Ia masih dapat dengan jelas mengingat beragam item dan detail-detail yang ada di dalam game. Jika ia memulai bermain lagi dari awal, pasti tidak akan sulit baginya untuk memperoleh hasil yang memuaskan.

Nie Yan meletakkan kartu rekening miliknya kedalam sakunya, lalu ia melirik ke arah sebuah buku tulis matematika yang ada di sampingnya. Seakan-akan tuhan sedang membantunya, buku itu tidak sengaja bergeser sedikit dan menjatuhkan uang seratus dolar yang sebelumnya terselip. Tepat pada saat itu, beberapa ingatan lama pun mulai bermunculan. Ia seketika mengingat bahwa pertemuan pertamanya dengan Xie Yao akan terjadi hari ini. Peristiwa itu dulu terjadi saat ia sedang pergi ke apotek untuk membeli obat, sambil membawa uang seratus dolarnya yang ia selipkan di buku matematikanya tadi.

Xie Yao merupakan teman sebangku Nie Yan saat kelas tiga SMA, serta juga merupakan gadis tercantik yang ada dikelas. Ketika menyinggung masalah Xie Yao, kenangan masa lalu Nie Yan pun mulai muncul kembali, kenangan yang selalu membuat tangan Nie Yan bergetar tiap kali mengingatnya. Setelah hampir sepuluh tahun berlalu,  Xie Yao dan murid yang dikenal sebagai murid paling berbakat di kelas, Liu Rui, pun jatuh cinta. Setelah itu mereka berdua bersama-sama pindah dan mulai bertempat tinggal di bulan. 

Di suatu waktu ketika Nie Yan sudah dewasa, Nie Yan dan Xie Yao juga sempat berkomunikasi satu sama lain dan berbincang via telepon. Melalui telepon itulah akhirnya Nie Yan mengetahui bahwa Xie Yao sama sekali tak merasa bahagia saat bersama Liu Rui. Ironisnya, ketika Nie Yan dan Xie Yao sempat membahas mengenai hubungan mereka saat di SMA, yang bisa mereka lakukan hanyalah tak henti-hentinya menghela nafas panjang.

Jika saja Nie Yan sedikit lebih berani... Jika saja dia tidak begitu minder dan penakut di hadapan Xie Yao. Mungkin... mungkin ia akan memiliki kesempatan.

Terkadang... ada beberapa keputusan yang harus diambil dan akan tetap berlaku seumur hidup. Keputusan-keputusan seperti itulah yang akan mungkin menjadi penyesalan mendalam, penyesalan yang tak terobati. 

Pada masa itu, Xie Yao selalu suka mengenakan rok putihnya, menjadikan penampilannya terlihat suci dan memesona. Bahkan sampai saat ini, penampilan memesona Xie Yao masih tetap terukir indah di lubuk hati Nie Yan yang terdalam. Kecintaannya pada sosok Xie Yao seolah-olah alunan seruling yang tertiup terbawa angin senja. Damai dan menenangkan hati.

Nie Yan menoleh ke arah jam antik kakeknya, tepatnya ke arah jarum jamnya, saat ini kurang lebih jam tiga. Masih ada cukup waktu! Ia langsung mengambil uang seratus dolar dan segera berlari menuruni tangga, lalu keluar meninggalkan rumahnya.

Keluarga Nie Yan tinggal di sebuah daerah pinggiran, di kota kecil. Disini begitu senyap. Tampak sebuah jalan tak terlalu lebar dengan kondisinya yang menyedihkan. Saat angin bertiup, debu-debu pun berterbangan kesana-kemari. Namun tidak seperti dugaan orang-orang, disini banyak pohon yang tertanam dipinggir-pinggir jalan. Daun-daunnya yang lebat dan subur memberikan keteduhan bagi tanah dibawahnya.

Disambut dengan panasnya siang hari, tak terlihat satu pun pejalan kaki di jalan ini. Mobil juga hanya sedikit dan berjarak sangat jauh antara satu sama lain. Terkadang terlihat satu atau dua mobil terbang₂ yang melintas.
                 
Di masa lalu, Nie Yan sangat membenci kota ini. Namun setelah reinkarnasinya, ketika bertemu dengan kota ini, ia tidak merasakan sedikit pun kebencian maupun ketidaksukaan. Sebaliknya, ia malah merasakan rasa familiar yang menyenangkan dari kota ini. Kota Ini adalah tempat tinggalnya saat ia masih berusia delapan belas tahun.

Sebelum Nie Yan mencapai usia dua puluh lima tahun, Nie Yan adalah orang yang lemah dan pemalu. Sifatnya itu ia dapat tak lepas dari pengaruh kondisi lingkungannya saat ia masih kecil. Pada dasarnya Nie Yan hanyalah seorang bocah dari kota kecil yang keluarganya mendadak menjadi kaya, akibat kekayannya itu, akhirnya ia dapat dipindahkan ke sekolah elit di kota. 

Pada awalnya, selama kelas 1 dan 2 SMA, nilainya tergolong sangat bagus, namun pada akhirnya ketika ia kelas 3, nilainya turun secara drastis. Sebelum orang tuanya mendapatkan penghasilan melimpah, Ia kerap dibully temannya karena kondisi buruk keuangan keluarganya. Semua hal tadi ditambah lagi dengan kejadian pada liburan musim panas telah mengacaukan kepercayaan diri dan kondisi mentalnya. Lalu tiba saat ia pindah sekolah, ia sudah terlanjur terlalu minder dan pemalu untuk bergaul dan akrab dengan teman-temannya. Dengan kondisinya yang seperti itu, hampir tidak mungkin bagi mental Nie Yan untuk tidak mengalami 'down'.

Tetapi, itu semua hanyalah masa lalu. Saat ini, walaupun ia tak pernah menyangka akan kembali ke masa lalu, namun Nie Yan berjanji bahwa di kesempatannya yang kedua ia tak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti dirinya yang dulu.

Ia berlari sekuat tenaga menuju apotek. 

Bangunan-bangunan yang ia lewati disekitarnya terlihat tidak terawat. Seakan-akan tidak ada tanda tanda kehidupan di dalamnya... semua ini disebabkan karena seiring dengan meningkatnya arus urbanisasi, orang-orang dari kota kecil seperti kota ini akan berbondong-bondong berpindah ke kota yang lebih besar dan lebih padat penduduknya. Daerah seperti perbatasan kota kecil ini akan terus menerus menjadi sepi dan pada akhirnya setelah seratus tahun lagi, daeah ini akan lenyap dan kembali menjadi lahan terbuka lagi.

Di sebelah sana adalah sekolahan, dan di sebelah sini adalah supermarket.... Nie Yan melihat-lihat bangunan sekitarnya dengan familiar. Perlahan pikirannya menjadi lebih optimis dan percaya diri. Aku telah kembali! Aku benar-benar telah kembali! 

Di masa lalu, ia selalu marah dan benci terhadap ketidakadilan takdir. Namun sekarang, ia sangat berterima kasih padanya.

Aku akan memulai semuanya kembali dari awal! Kali ini aku akan melakukannya dengan benar! Nie Yan ingin sekali untuk meneriakkan kata-kata itu sekuat tenaga, untuk mengeluarkan semua emosi dan perasaannya yang selama ini tersimpan erat di dalam hati.

Chapter Selanjutnya

  1. Tingkat immersi disini merujuk pada tingkatan yang menujukkan seberapa 'tenggelam' pikiran mereka ke dalam game. Semakin tinggi maka akan semakin sinkron pikiran mereka dengan karakter yang ada di dalam game.
  2. Mobil terbang memang ada di novel ini karena settingnya yang modern, menurut penerjemah bahasa inggris, bentuknya seperti ini.
  3. Grup disebut juga dengan konglomerasi atau perusahaan kelompok, singkatnya grup merupakan gabungan beberapa perusahaan yang bekerja dalam berbagai macam bidang usaha. Dalam kasus ini grup finansial bernama Century milik Cao Xu berkutat dalam bidang usaha yang berhubungan dengan finansial; bank, kredit, asuransi, investasi, dll.


Comments

  1. Salam kenal, Hisyam. Makasih udah mampir di blog saya. Menarik ceritanya. Campuran cersil modern sama rpg gitu ya. Saya jadi inget Ready Player One.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah baru sadar ada yang komen disini, maaf gan telat balasnya. Oh iya pernah denger itu ready player one, genrenya emang mirip sih. Sebenernya kalo novel ini, di chapter2 selanjutnya nanti bagus ceritanya, tapi agak males buat nerusin jadii ya cuma segini. Makasih anyway udah baca ^^

      Delete

Post a Comment

Silakan memberikan komentar, baik kritik, saran, maupun umpatan diterima.